Presiden RI Joko Widodo meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta jajaran mereka untuk mengawasi pola baru dalam praktik pencucian uang (TPPU), yang salah satunya melibatkan pemanfaatan aset kripto dan non-fungible token (NFT).
Pada 2022, Chainalysis merilis data Crypto Crime Report yang menyebut ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto sebesar USD8,6 miliar pada tahun 2021. Sebanyak 47% dari kripto yang dicuci masuk ke centralized exchange (CEX), dengan persentase penggunaan platform DeFi untuk tujuan pencucian uang semakin banyak digunakan sepanjang tahun tersebut.
"Ini setara dengan Rp139 triliun, secara global. Bukan besar, tapi sangat besar sekali," ungkap Jokowi saat memberikan pengarahan dalam Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Istana Negara Jakarta, Rabu (17/4/2024).
Jokowi menekankan agar PPATK terus mempelajari model praktik pencucian uang ini dan mengambil langkah tindakan yang diperlukan. Otoritas harus tetap mengikuti perkembangan dan tidak boleh ketinggalan, karena hal itu dapat mengakibatkan ketertinggalan dari para pelaku kejahatan.
“Harus bergerak cepat dan ada di depan mereka. Kalau tidak seperti itu, maka kita akan tertinggal terus," paparnya.
Selain aset kripto dan NFT, Jokowi juga memperingatkan tentang beberapa instrumen lain yang berisiko dimanfaatkan oleh pelaku TPPU, termasuk aset virtual, aktivitas lokapasar, uang elektronik, dan kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk mengotomatisasi transaksi.
OJK Berkomitmen untuk Memantau Praktik Pencucian Uang Melalui Aset Kripto di Indonesia
Menyikapi hal ini, Ketua Umum Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyatakan bahwa saat ini pengawasan terhadap aset kripto masih berada di bawah kewenangan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Namun, jika pengawasan ini berpindah ke OJK, pihaknya akan mengawasinya dengan cermat.
"Pada gilirannya nanti kami sebagai anggota Tim TPPU ini punya kewenangan untuk memantau hal hal tadi termasuk juga apakah penggunaannya beririsan dengan pemakaian rekening atau jasa dari lembaga jasa keuangan lain," ungkap Mahendra di Istana Negara, seperti yang dikutip dari CNBC, Rabu (17/4/2024).
Manajemen aset digital dan kripto akan dialihkan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK mulai Januari 2025 atau dalam waktu paling lambat 2 tahun sejak berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Meskipun belum memiliki kewenangan pengawasan langsung terhadap aset kripto, Mahendra menegaskan bahwa OJK telah memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan hingga penyidikan terhadap kasus TPPU.
Baca juga: OJK Terbitkan Aturan Baru untuk Perkuat Pengawasan Industri Kripto