Korea Utara dilaporkan telah mencuci uang senilai USD147,5 juta atau setara Rp2,3 triliun menggunakan platform privacy mixer Tornado Cash dalam bentuk aset kripto curian pada Maret lalu.
Menurut sebuah laporan rahasia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bocor dan diakses oleh Reuters, kelompok peretas Korea Utara menyimpan dana hasil curian senilai USD147,5 juta ke dalam Tornado Cash dalam upaya untuk menghindari penegak hukum. Dana ilegal ini dicuri dari exchange kripto HTX pada 2023 lalu.
Sejauh ini, PBB telah menyelidiki 97 serangan siber terhadap perusahaan-perusahaan kripto yang dilakukan oleh Korea Utara selama tujuh tahun terakhir, dengan nilai kerugian mencapai sekitar USD3,6 miliar atau setara Rp57,3 triliun.
Baca juga: Total Peretasan Kripto oleh Hacker Korea Utara Capai Rp47 Triliun Sejak 2017
Pada awal 2024 saja, penyelidik PBB telah menyelidiki 11 pencurian aset kripto senilai USD54,7 juta atau sekitar Rp871 miliar, yang diduga terkait dengan pekerja TI Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) yang secara tidak sengaja dipekerjakan oleh perusahaan-perusahaan kecil yang terkait dengan kripto.
Secara resmi dikenal sebagai DPRK, Korea Utara telah berada di bawah sanksi PBB sejak tahun 2006. Langkah-langkah ini telah diperkuat selama bertahun-tahun dalam upaya untuk memotong pendanaan program rudal balistik dan nuklir bagi negara tersebut.
Untuk mengaburkan jejak dan menyulitkan penegak hukum dalam melacak dana terlarang, kelompok peretas biasanya menggunakan platform mixer seperti Tornado Cash. Platform ini memutus hubungan on-chain antara sumber transaksi aset digital dan wallet address penerimanya, sehingga pergerakan dana menjadi lebih sulit dilacak.
Tornado Cash telah mendapat perhatian khusus karena perannya dalam memfasilitasi pencucian uang hasil kejahatan. Amerika Serikat bahkan menjatuhkan sanksi kepada Tornado Cash pada 2022 lalu karena diduga membantu Korea Utara menghindari sanksi pengiriman uang lintas negara.
Pada Selasa (14/5/2024), pengembang Tornado Cash, Alexey Pertsev, dinyatakan bersalah atas pencucian uang dan dijatuhi hukuman lima tahun dan empat bulan penjara, karena diduga melakukan pencucian aset ilegal senilai USD1,2 miliar atau setara Rp19 triliun pada platform tersebut.
Baca juga: Total Pencurian Kripto oleh Kelompok Peretas Korea Utara Capai Rp9,3 Triliun pada 2023