Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia mencatat bahwa pendapatan pajak dari sektor kripto telah mencapai Rp467,27 miliar sejak diberlakukannya aturan pajak kripto pada Mei 2022 hingga akhir Desember 2023.
Adapun Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti melaporkan bahwa setoran khusus di 2023 mengalami penurunan dengan jumlah yang terkumpul sebanyak Rp127,66 miliar saja, seperti yang dikutip dari Kontan, Minggu (21/1/2024).
Sebagai catatan, penerapan pajak kripto di Indonesia telah dimulai sejak Mei 2022, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Pengguna kripto di Indonesia diwajibkan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,1% dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11% dari setiap transaksi kripto yang mereka lakukan. Sementara itu, crypto exchange lokal juga diharuskan membayar pajak sekitar 0,04% kepada Bursa Kripto Indonesia. Pajak kripto ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Penerapan pajak kripto ini sempat menimbulkan keluhan dari para pelaku industri kripto. Sebelumnya, CoinDesk Indonesia melaporkan bahwa beban pajak dan biaya trading yang signifikan telah menjadi penyebab menurunnya volume transaksi kripto di Indonesia.
Keluhan ini mungkin mendorong sebagian pengguna dan perusahaan untuk mencari alternatif perdagangan atau exchange global dalam melaksanakan transaksi, seperti yang diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO), Robby Bun, kepada CoinDesk Indonesia.