Seperti yang sering dibicarakan pendukung bitcoin (BTC), alasan dibuatnya bitcoin dan aset kripto lainnya adalah untuk menahan atau hedging melawan volatilitas mata uang fiat. Saat ini dianggap sebagai waktu yang tepat untuk melirik aset digital.
Investor Tiongkok mungkin saja melakukan hal tersebut, menurut Patrick Tan, CEO Novum Alpha, sebuah perusahaan trading aset digital kuantitatif dengan dana yang diatur oleh MAS yang melayani investor terakreditasi dan institusional.
"Dekade kehancuran akan berpuncak pada kemungkinan devaluasi daripada yuan Tiongkok," tulis Tan dalam catatannya yang dipublikasikan Senin (26/9). "Sama seperti Tiongkok yang dengan cepat menghindari kontrol modal yang ketat dengan aset kripto, mereka mungkin akan melakukannya lagi untuk melawan yuan yang terdevaluasi dengan cepat."
Yuan Tiongkok (CNY) jatuh sampai 7,2244 per dolar AS (USD) pada Rabu (28/9), titik terendah sejak 2008, menambahkan penurunan year-to-date menjadi hampir 14%, menurut sumber dari platform grafik TradingView.
Yuan telah terdepresiasi hampir 5% pada bulan ini saja, berkat meningkatnya kesenjangan antara suku bunga domestik dan luar negeri. Di saat Federal Reserve dan bank sentral lainnya meningkatkan suku bunga untuk melawan inflasi, People's Bank of China melakukan hal yang sebaliknya untuk mendukung ekonomi di tengah inflasi yang mendingin.
"Di saat bank sentral melakukan pengetatan, People's Bank of China (PBOC) melakukan halnya sendiri, mereka tidaklah sama, melonggarkan kebijakan moneter dan menghilangkan sinar dari yuan," tulis Tan.
Devaluasi mata uang fiat yang tajam dan tiba-tiba membuat biaya impor membengkak dan berakhir pada inflasi impor kepada ekonomi. Yang mana mengurangi daya beli unit moneter dan membebani pengeluaran konsumsi, meletakkan tekanan kepada ekonomi.
Pundit kripto percaya bahwa aset kripto terdesentralisasi seperti bitcoin lebih baik daripada mata uang fiat yang dimiliki bank sentral atau pemerintah, seiring pembesaran suplai BTC selalu dipotong setengah setiap empat tahun. Sementara itu, pemerintah dan bank sentral dapat secara eksponensial meningkatkan suplai mata uang fiat untuk meningkatkan harga aset secara artifisial. Itu lah yang dilakukan Federal Reserve dan bank sentral lainnya menyusul crash setelah COVID-19 pada 2020. Dan hal tersebut menyebabkan gelembung suplai uang yang menjadi pendorong inflasi global saat ini.
Partisipan pasar telah lama membicarakan bahwa penurunan CNY membuat adanya peningkatan modal ke bitcoin. Seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini, titik lemah CNY bersamaan dengan titik kuat BTC.
Kali ini, penurunan CNY ditemani dengan persoalan penjualan rumah, membuat alasan bagi investor Tiongkok mencari tempat aman di luar melalui aset kripto.
Harga rumah di Tiongkok telah menurun sejak raksasa properti Evergrande Group mengatakan bahwa arus uang mereka di bawah tekanan. Pembeli rumah sekarang menempati properti yang belum selesai, menurut Reuters.
"Bukan hanya capital flights yang memotivasi orang Tiongkok masuk ke aset kripto terhadap yuan yang menurun dengan cepat, ada potensi kejatuhan kepercayaan diri pada sebuah aset yang kebanyakan dari mereka percaya akan selalu naik: real estate," kata Tan. Ia menambahkan real estate membentuk kekayaan keluarga dan generasional di Tiongkok.
Menurut Tan, Tiongkok belum pernah mengalami "pecah gelembung" real estate, yang mana dapat memicu pencarian keamanan. "Jika itu terjadi [pecah gelembung], kepergian kepada aset lain dapat melibatkan aset kripto dalam berbagai cara," tulis Tan.
Perlu diingat bahwa potensi arus modal ke aset kripto dapat ditujukan dengan sekadar memindahkan uang ke luar negeri tanpa melalui saluran perbankan tradisional. Investor dapat menukarkan token kripto untuk aset terdolarisasi ketika uang mereka melewati batas politik.