Harga Bitcoin (BTC) tiba-tiba mengalami penurunan drastis setelah mencapai level USD45.000 pada permulaan tahun 2024.
Pada Rabu (3/1/2024) malam, nilai BTC berada di sekitar USD42.500 atau sekitar Rp662 juta, mengalami penurunan sebesar 7% dalam kurun waktu 24 jam, berdasarkan data dari CoinMarketCap. Menurut laporan CoinDesk, ini mendorong likuidasi posisi senilai USD500 juta atau setara Rp7,7 triliun di berbagai exchange derivatif.
Dampak dari penurunan ini adalah menurunnya open interest sebesar USD2 miliar atau setara Rp31 triliun, karena likuidasi serta trader yang mengurangi eksposur baik pada posisi long maupun short.
Penurunan ini terjadi seiring dengan antisipasi pasar terhadap keputusan aplikasi Exchange-Traded Fund (ETF) Bitcoin spot di Amerika Serikat oleh US Securities and Exchange Commission (SEC), yang diperkirakan akan diumumkan pada awal Januari ini.
Kendati demikian, analis dari Matrixport memprediksi bahwa SEC akan menolak seluruh aplikasi ETF pada bulan ini, seperti yang dikutip dari laporan CoinDesk.
"Kami yakin semua aplikasi tidak memenuhi persyaratan penting yang harus dipenuhi sebelum SEC menyetujui. Hal ini mungkin dapat dipenuhi pada Q2 2024, tetapi kami memperkirakan SEC akan menolak semua proposal pada bulan Januari,” tulis Matrixport.
Selain itu, Matrixport menambahkan bahwa Chair SEC, Gary Gensler, masih menunjukkan sikap yang anti-kripto di AS, sehingga sangat sulit untuk mengharapkan bahwa beliau akan menyetujui ETF Bitcoin spot tersebut.
Harga mayoritas aset kripto lainnya juga turun setelah penurunan nilai BTC. Ethereum (ETH) saat ini diperdagangkan sekitar USD2.226 atau sekitar Rp34,6 juta per token, mengalami penurunan lebih dari 7% dalam 24 jam terakhir.
Bahkan, beberapa altcoin menunjukkan penurunan yang lebih tajam, seperti XRP (XRP), Cardano (ADA), dan Avalanche (AVAX) yang turun lebih dari 11%, sementara Solana merosot hingga 13% dalam kurun waktu yang sama.
Baca juga: Bitcoin Awali Tahun 2024 dengan Menyentuh Rp700 juta, Pasar Kripto Ikut Bereaksi